Rain of Dust - Chapter 2





4 Maret, pukul 10.00

Pemandangan pertama yang Lyncreya lihat adalah langit-langit yang tidak ia kenali. Lampu yang dipenuhi ukiran di pinggirnya menyala dengan terang. AC yang dinginnya merambat ke seluruh bagian tubuhnya. Ia bisa mendengar suara televisi yang cukup keras. Iapun mencoba untuk duduk dengan susah payah. Ia melihat siluet lelaki yang menonton televisi yang menyiarkan sebuah pertandingan tinju.

“Oh, sudah bangun ya?”
“Eh….?”
Rupanya yang menonton televisi adalah Wolfgang Kelly—lelaki yang dijebak olehnya kemarin malam.
“Tuan Kelly? Aku… Apa yang…”
Perlahan, Lyncreya mengingat apa yang terjadi kemarin malam. Ketika ia memancing Wolfgang ke jebakan, ketika tubuhnya hampir remuk karena golem, ketika ia samar-samar melihat Wolfgang yang bertarung—
“Maaf kalau suara televisinya membangunkanmu. Kalau kau mau tidur lagi, akan kukecilkan suaranya,” Kata Wolfgang sambil terus menonton televisi.
“Anda… menolongku?”
Wolfgang menggaruk kepalanya. Matanya masih terpusat ke televisi, “Sebenarnya aku mau membawamu ke rumah sakit. Namun sepertinya lukamu tidak terlalu parah. Rumah sakit terlalu jauh, sehingga kuputuskan untuk membawamu kesini.”
Lyncreya terdiam. Ia kemudian mengingat apa saja yang sudah terjadi beberapa hari ini. Dirinya yang tak berdaya menyebabkan kematian rekan-rekannya dan mentornya, serta nyaris menjebak Wolfgang. Kepercayaan dirinya runtuh. Tanpa sadar ia mulai meneteskan air mata.
“Uuuh…”
Wolfgang yang tadinya serius menonton seketika menjadi kebingungan ketika mengalihkan pandanganya kepada Lyncreya yg sedang menangis.
“W-wah?! Kenapa kau menangis?”
“Aku benar-benar tidak berguna… Aku tidak bisa melakukan apa-apa… Yang bisa kulakukan hanya membiarkan orang lain terluka… Aku benar-benar payah…”
Wolfgang menghela nafas, “…Kau tidak perlu merasa bersalah seperti itu.”
“Eh?”
“Setiap orang pernah melakukan kesalahan, profesional sekalipun. Hal itu sangatlah normal. Kau harus bisa memaafkan dirimu sendiri, dan berusaha untuk jadi lebih baik dari masa lalu. Itu saja cukup,” Kata Wolfgang.
Lyncreya mengusap air matanya, “…Benarkah?”
“Ya,” Jawab Wolfgang singkat.
Suasana kamar pun menjadi hening. Wolfgang kembali menonton pertandingan tinju di televisi dengan serius. Sementara Lyncreya terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Iapun kembali berbaring di tempat tidur.
Setengah jam kemudian, Wolfgang bangkit dari tempat duduknya. Sepertinya pertandingan yang ia tonton sudah usai. Ia membuka lemari dan mengambil sebuah jaket berwarna abu-abu.
“Eh? Anda mau pergi?” Tanya Lyncreya.
“Semalam aku dihubungi oleh atasanmu. Katanya ia ingin menemuiku, membahas masalah misi,” Wolfgang menjawab seraya mengenakan jaketnya.
“A-anu! Bolehkah kalau aku ikut?”
“Boleh saja. Tapi kurasa lebih baik kalau kau mandi dulu dan mengganti pakaianmu.”
“Eh?” Lyncreya kemudian menyadari ia hanya mengenakan t-shirt. Wajahnya tiba-tiba memerah, “T-tuan Kelly, anda yang…”
“Pakaianmu dari tadi malam sangat kotor. Kau bisa pakai pakai ini,” Wolfgang mengambil sebuah bungkusan plastik dan melemparnya ke kasur. Lyncreya membukanya, didalam terdapat jaket jumper dan celana jeans.
“Aku menyuruh rekanku untuk mengambilkan baju yang pas untukmu.”
Wajah Lyncreya masih merah merona, “K-kalau begitu aku akan mandi dulu…” Katanya sambil berjalan melewati Wolfgang dan masuk ke kamar mandi.
Di bawah siraman shower, Lyncreya berpikir dirinya sangat beruntung ditolong oleh Wolfgang.  Namun, ia juga ragu pada nasibnya setelah ini. Misinya gagal total. Rekan-rekannya juga tewas.
Apa yang harus kulakukan setelah ini…? Pikir Lyncreya.
Beberapa menit kemudian, Lyncreya mengenakan pakaian yang diberikan Wolfgang dan keluar dari kamar mandi.
“Ukurannya tidak kebesaran, kan?”
Lyncreya melambaikan tangannya, “Tidak, tidak sama sekali.”
“Bagus kalau begitu. Ayo berangkat,” Ujar Wolfgang sambil berjalan menuju pintu kamar, diikuti Lyncreya.

***

4 Maret, pukul 12.30

“Kenapa kafe ini sih… Yah, tapi setidaknya cappuccino-nya enak.”
“Eh? Ada apa, Tuan Kelly?”
“Tidak, tidak apa…” Wolfgang menjawab dengan nada malas. Lyncreya melihat papan nama kafe yang bertuliskan ‘Birdcage’. Eksteriornya mengingatkan Lyncreya pada rumah-rumah di Inggris yang kecil namun kelihatan indah dan rapi.
“Oooi! Wolf!” Tiba-tiba terdengar seseorang memanggil Wolfgang. Seorang wanita berambut bob yang mengenakan sweater merah. Ketika wanita itu melihat Lyncreya, ia tersenyum, “Bagaimana? Bajunya tidak kebesaran kan?”
“Eh? Uhm, tidak…”
Lyncreya menatap Wolfgang dengan ekspresi bingung.
“Dia yang membawakanmu pakaian itu. Dia juga yang melepas bajumu,” Kata Wolfgang.
“Oh,” Lyncreya sedikit terkejut, kemudian menghadap wanita itu, “Terima kasih atas bantuannya.”
Wanita itu melambaikan tangannya, “Ah, bukan hal besar. Tenang saja. Oh iya, lupa memperkenalkan diri. Namaku Raulia McFayt, ‘manager’ Wolfgang.”
“’Manager’?” Lyncreya memiringkan kepalanya.
“Singkatnya, aku yang menghubungkan Wolf pada klien.”
“Ooh, begitu…” Lyncreya mengangguk, “Aku, ehm…”
“Lyncreya von Pluet, bukan? Aku sudah dengar dari Wolf,” Raulia memotong kata-kata Lyncreya, “Salam kenal yah,” Raulia mengajak Lyncreya berjabat tangan. Awalnya, Lyncreya agak ragu, namun kemudian ia menyambut tangan Raulia.
“Oi, apa mereka sudah di sini?” Celetuk Wolfgang.
“Ah, sudah, sudah. Mereka sudah datang beberapa menit yang lalu,” Raulia menunjuk ke arah kafe.
“Begitu. Kalau begitu, ayo kita masuk,” Kata Wolfgang pada Lyncreya.
“Nona McFayt, kau tidak ikut masuk?”
 Raulia menggelengkan kepala, “Non, aku hanya penghubung saja. Masalah misi, itu bagiannya Wolf. Aku pergi dulu yah~”
“Kabari aku kalau ada info baru.”
Yes sir!” Seru Raulia sambil berjalan menjauh.
Wolfgang dan Lyncreya pun memasuki kafe.
“Tuan Wolfgang,” Seseorang memanggil dari meja di tengah. Seorang wanita berpakaian formal. Di belakangnya berdiri seorang lelaki tinggi yang juga berpakaian formal. Setelah mendekat, Lyncreya mengenali wanita itu.
“Nona Mikawa!”
Wanita itu melambaikan tangannya, “Halo, Lyn.”
Ketika Wolfgang dan Lyncreya sampai di depan meja, Wanita berambut hitam seleher itu bangkit dari tempat duduknya dan memeluk Lyncreya.
“Tentang Luciano dan yang lainnya, aku minta maaf Lyn. Aku tidak bisa melakukan apa-apa.”
Lyncreya sedikit terkejut,”I-itu bukan salah Nona. Meninggalnya Master dan yang lainnya… Itu salahku.”
Wanita itu melepas pelukannya, “Itu juga tidak benar, Lyn. Kalau ada yang harus disalahkan, itu adalah seluruh bagian dari agensi,” katanya sambil kembali ke tempat duduk.
“Eh…? Apa maksud anda?”
“Duduklah dulu. Kau juga, Tuan Wolfgang.”
“Aaah,” Wolfgang dan Lyncreya pun duduk.
“Sebelumnya, biar kuperkenalkan diriku dulu. Aku Azusa Mikawa, agen spesial dari IBI. Di belakangku ini pengawalku, Kenji Sakai. Sebelum kita mulai pembicaraan, apa kalian berdua mau memesan minuman?”
“Ya,” Jawab Wolfgang singkat sambil melambaikan tangan pada pelayan, “cappuccino satu. Kau mau apa?”
“Eh? Em… Ice coffee,” Jawab Lyncreya.
Beberapa menit kemudian pesanan Wolfgang dan Lyncreya datang.
“Lyn? Aku minta maaf sebelumnya, tapi apa kau bisa menjelaskan pada kami apa yang sebenarnya terjadi malam itu?” Kata Azusa ketika Wolfgang dan Lyncreya sedang menerima minuman mereka.
Lyncreya menelan ludah,“…Ya, aku bisa menceritakannya.”
Kemudian Lyncreya pun menceritakan apa yang terjadi di malam ia dan rekan-rekannya sampai di San Cielo. Bagaimana mobilnya disergap oleh sekumpulan golem di jalanan yang sepi, bagaimana ia ditangkap oleh musuh, dan bagaimana ia dijadikan sandera.
“…Maaf karena kau harus melewati semua itu,” Azusa bicara dengan nada rendah, “Apa kau tidak mendapatkan nama penyihir pengendali golem itu?”
Lyncreya menggeleng.
“Bagaimana dengan anda, Tuan Wolfgang?”
“Sama.”
“Begitu ya…”
“Kau bilang semua ini disebabkan oleh agensi. Apa maksudmu?” Tanya Wolfgang.
Azusa berdeham, kemudian menjawab, “…Ada mata-mata di dalam agensi.”
“Mata-mata…?”
“Ya. Merekalah yang memberi informasi pada para penjahat bahwa ada agen yang dikirim ke San Cielo.”
“Kau kedengaran yakin sekali,” Kata Wolfgang, sinis.
“Tentu. Perlu kalian ketahui, kedatanganku kemari sangat tiba-tiba. Orang-orang dari agensi sama sekali tidak mengetahui apapun. Keberadaanku disini itulah yang membuatku yakin ada seseorang yang membocorkan informasi dari sisi kami,” Jelas Azusa.
“Begitu. Lalu, apa rencana kalian untuk membuka kedok mata-mata itu?”
Azusa menyeruput mocca pesanannya dan menjawab, “Kami tidak merencanakan untuk mencari mata-mata itu. Kami lebih ingin konsentrasi pada pelacakan para kriminal di kota ini. Karena itulah kami sudah menyiapkan rencana.”
Wolfgang mengernyitkan dahi, “Rencana?”
“Ya. Ada beberapa agen yang akan datang ke kota malam ini. Informasinya sudah tersebar. Itu akan memancing kemunculan para kriminal.”
“Lalu? Kalau mereka sudah muncul?”
“Di saat itulah kami harus mengandalkanmu, Tuan Wolfgang.”
Mendengar itu, Wolfgang menghela nafas, “Begitu ya. Baiklah kalau begitu.”
“Anu!” Lyncreya tiba-tiba memotong, “Apa aku boleh ikut dalam operasi itu?”
Azusa terkejut.
“Kau yakin, Lyn?”
“Ya!” Lyncreya kelihatan bersemangat,”Aku ingin memperbaiki kesalahanku. Tolonglah, Nona Mikawa!”
Azusa berpikir sejenak, dan menjawab, “…Baiklah. Tapi kau harus bersama Tuan Wolfgang.”
Kali ini Wolfgang yang terkejut, “Hah?! Kenapa begitu?!”
“Karena untuk saat ini kau adalah pengawas Lyn,” Azusa mengendipkan sebelah matanya.
“Keh…”
“M-maaf karena merepotkanmu, Tuan Kelly…” Ujar Lyncreya, sedikit sedih.
“Yah, terserahlah…”
“Bagus kalau begitu. Operasi akan dimulai pukul 20.00 waktu setempat. Informasi selanjutnya akan kusampaikan ke penghubungmu, Tuan Wolfgang. Terima kasih,” Azusa pun berdiri dan pamit pada Wolfgang dan Lyncreya, kemudian setelah membayar minuman  bersama pengawalnya iapun keluar dari kafe.
Setelah menghabiskan minuman mereka, Wolfgang dan Lyncreya berniat untuk membayar minuman. Namun sang Barista tidak mau menerima uang mereka.
“Nona yang tadi sudah membayar minuman kalian,” Katanya.
Wolfgang dan Lyncreya pun keluar dari kafe.
“Kau mau kembali ke hotel?” Tanya Wolfgang pada Lyncreya.
“Em, tidak juga. Tuan Kelly sendiri mau kemana?”
“Aku ingin cari hiburan sejenak. Kau mau ikut?”
“Ke mana?”
“Ke daerah dermaga,” Kata Wolfgang sambil mulai berjalan. Meski sedikit bingung, Lyncreya mengikutinya.
Menaiki bus selama lima belas menit, mereka sampai di daerah dermaga kota. Ketika berjalan di trotoar, Wolfgang menoleh ke sana kemari, seperti sedang mencari sesuatu. Ketika mereka melewati gubuk kecil bertuliskan ‘pemancingan’, Wolfgang langsung memasukinya. Lyncreya yang kebingungan, akhirnya ikut masuk. Wolfgang pun menyewa joran dan mulai memancing.
“Kenapa? Apa kau juga ingin ikut mancing?”
Lyncreya menggelengkan kepala dan melambaikan tangan, “T-tidak. Tidak usah…” Ia kemudian duduk di samping Wolfgang, “Apa ini hobimu, Tuan Kelly?”
“Bisa dibilang begitu,” Jawab Wolfgang singkat.
Kemudian, situasi menjadi hening. Wolfgang terus memperhatikan kailnya, sementara Lyncreya melamun, menatap laut. Yang memecah keheningan pertama kali adalah Wolfgang.
“Jadi bagaimana? Apa perasaanmu sudah baikan?”
“Eh? Apa maksud anda?”
“Aku bisa melihatnya, sebelum bertemu dengan Nona dari IBI tadi, kau kelihatan lesu. Sekarang kau kelihatan lebih bersemangat.”
Lyncreya tersenyum, “Itu karena aku mendapat kesempatan untuk menebus kesalahanku. Seperti katamu tadi, aku tidak akan membiarkan hal yang sama terjadi lagi.”
Wolfgang terdiam.
Lyncreya kemudian berkata, “Tuan Kelly, aku… Ingin berterima kasih.”
“Tentang apa?”
“Tentang semuanya. Bagaimana kau menolongku yang seperti ini, bagaimana aku merepotkanmu… Aku sangat berterima kasih.”
“Aku hanya menjagamu sejenak saja. Tidak masalah.”
Lyncreya mulai bercerita, “Keluargaku sedang dalam kondisi yang buruk. Dua anak dari keluarga utama menghilang, dan salah satunya diduga bekerja sama dengan seorang kriminal. Nama keluargaku sedang terkotori. Aku… Meskipun berasal dari keluarga cabang, ingin membantu membersihkan nama keluarga. Karena itu, usai pendidikan utama, aku memutuskan untuk segera turun ke lapangan. Tapi… yang kulakukan malah mengacau. Kau yang memberiku kesempatan kedua. Karena itulah, aku sangat berterima kasih.”
Wolfgang terdiam. Matanya masih memandang kail di laut.
“M-maaf, aku malah berbicara terlalu banyak. Maaf kalau mengganggumu.”
“Berapa usiamu?”
“Eh?” Lyncreya memiringkan kepala.
“Usia. Berapa usiamu?”
“Tahun ini aku empat belas tahun.”
“Empat belas? Kau pendek yah.”
“Eeeeh? J-jangan menyinggung tinggi badan…” Lyncreya tertunduk lesu.
“Kau punya semangat yang bagus, Kecil. Kau masih punya banyak waktu. Kau bisa menjadi lebih kuat. Karena itu, jangan terlalu memikirkan apa yang sudah terjadi di masa lalu.”
“Tuan Kelly…”
“Aah!” Wolfgang mengusap-usap rambutnya, “Aku sebal mendengar ‘Tuan’. Terdengar aneh. Panggil saja aku seperti biasa!”
“Eh? Tapi, bagaimana?”
“Apapun asal tidak pakai ‘Tuan’.”
“Err… Kalau begitu, Wolfgang?”
“Boleh juga.”
Lyncreya tersenyum, “Baiklah kalau begitu. Terima kasih, Wolfgang.”
Kemudian, keheningan pun melanda mereka untuk kedua kalinya. Di depan matahari sore itu, Wolfgang dan Lyncreya menghabiskan waktu dengan tenang.

***

Posted in , , . Bookmark the permalink. RSS feed for this post.

Leave a Reply

Diberdayakan oleh Blogger.

Search

Swedish Greys - a WordPress theme from Nordic Themepark. Converted by LiteThemes.com.