Rain of Dust - Chapter 4




5 Maret, pukul 09.00

“Permisi,” kata Lyncreya ketika memasuki kamar. Wolfgang mengikuti di belakangnya. Kamar rumah sakit itu didiami oleh Cindy dan satu pasien lain.

“Oh, Lyn.”
“Halo Nona Cindy. Bagaimana kondisimu?”
Cindy tersenyum, “Berkat kau, lukanya tidak terlalu parah. Hanya beberapa tulang rusuk yang retak. Aku hanya butuh istirahat untuk saat ini.”
“Syukurlah…” Lyncreya menghela nafas lega.
“Terima kasih kau sudah menjengukku. Kau juga, Tuan Kelly.”
“Tidak masalah,” Kata Wolfgang sambil melambaikan tangannya.
“Kalian sudah menjenguk Nick dan Gerald?”
“Kami baru saja dari sana,” jawab Lyncreya sambil mengangguk, “Mereka tidak luka parah.”
“Begitu ya… Anu, Lyn? Aku ingin minta maaf,” Kata Cindy seraya menurunkan nada suaranya.
“Untuk apa?”
“Aku minta maaf karena aku tidak bisa berpartisipasi dalam misi setelah ini. Aku benar-benar menyesal.”
“T-tidak apa kok, Nona Cindy. Aku… sudah cukup bersyukur tidak ada yang tewas semalam. Hal itu saja sudah membuatku senang,” Lyncreya membalas dengan nada gembira.
“Benar juga… Hehehe,”
Sementara Lyncreya dan Cindy mengobrol dan tertawa, Wolfgang melihat tempat tidur di sebelah Cindy. Seorang perempuan terbaring di sana. Kedua mata tertutup dan nafas yang teratur, Wolfgang berpikir dia mungkin sedang tidur.
Kemudian, seseorang memasuki ruangan.  Perempuan itu berjalan ke samping tempat tidur itu dan meletakkan bunga yang ia bawa di meja di sebelahnya. Wolfgang berpikir, mungkin dia temannya.
Tiba-tiba terpikir di benak Wolfgang, bahwa ada kemungkinan perempuan yang tertidur itu adalah—
“Anu, boleh aku bertanya?” Wolfgang menghampiri perempuan pembawa bunga itu, “Apa nona yang terbaring ini adalah korban dari hujan debu?”
“Eh? Bagaimana kau bisa tahu?!” Perempuan itu terkejut.
Bingo, pikir Wolfgang.
“Aku hanya asal menebak.”
Perempuan itu memandang Wolfgang dengan tatapan kagum.
“A-anu, namaku Holly Day, dan ini Tina Zimmer.”
“Aku Wolfgang Kelly. Apa kau bersama dengan… Ehm, Tina ketika hujan debu terjadi?”
“Ah, iya. Kami sedang berjalan pulang dari kampus kami,” Jawab Holly sambil sesekali melihat Tina.
Wolfgang pun merogoh kantongnya, mengambil foto Helena, “Ketika itu, apa kau melihat gadis ini?”
Holly tidak langsung menjawab. Ia menatap foto itu selama sepuluh detik sambil menyipitkan matanya.
“Sepertinya aku melihat gadis ini, hanya ia kelihatan lebih tua.”
Wolfgang pun teringat perkataan Barista kafe yang ia temui beberapa hari yang lalu.
“Bisa kau ceritakan secara lengkap, bagaimana kau melihat gadis ini?”
Holly mengusap dagunya, “Saat itu, kami baru saja pulang dari kuliah. Hujan debu itupun terjadi. Saat itulah aku menyadari ada yang aneh pada Tina. Ia tidak berbicara sama sekali, tatapan matanya kosong dan tubuhnya gemetar. Kemudian, aku melihat gadis di foto itu. Ia berjalan mendekati kami, sebelum akhirnya berbelok di perempatan. Setelah itu, Tina tiba-tiba berlari mengejar gadis itu. Ketika aku menysulnya di tikungan, Tina sudah tergeletak di trotoar dan gadis itu menghilang.”
Wolfgang termenung sesaat, sebelum berkata, “…Begitu.”
Apa hujan debu itu benar-benar berhubungan dengan kemunculannya…? Pikir Wolfgang.
“Ada apa, Wolfgang?” Lyncreya menghampiri Wolfgang.
“Tidak… Tidak apa. Hm?”
Wolfgang merasakan getaran di kantongnya. Iapun mengambil telepon genggamnya. Rupanya SMS dari Raulia.
Datanglah ke Birdcage, sekarang. Ok~
“Heeh,” Wolfgang menghela nafas. Ia kemudian menyadari Lyncreya juga memegang telepon genggamnya.
“Dari Nona Mikawa,” Kata Lyncreya, “Ia ingin kita menemuinya di Birdcage.”

***

5 Maret, pukul 09.30

Di tengah perjalanan ke kafe, Lyncreya tiba-tiba bertanya, “Wolfgang, tadi di rumah sakit itu foto siapa?”
“Oh. Itu adikku.”
“Apa yang terjadi padanya?”
“Ia… Menghilang.”
Lyncreya sedikit menaikkan nada bicaranya, “A-apa dia diculik?”
“Tidak. Ia… hanya menghilang.”
“M-maaf, kalau topik itu tidak suka kau bicarakan,” Melihat ekspresi datar Wolfgang, Lyncreya sepertinya memutuskan untuk tidak melanjutkan pembicaraan.
“Tidak apa kok. Daripada itu…” Mereka sudah sampai di depan kafe, namun Wolfgang menyadari ada yang aneh, “…Kenapa yang terpasang di sini tulisan ‘tutup’?”
Melihatnya, Lyncreya cuma bisa memiringkan kepalanya, “Benar juga…”
Tiba-tiba, pintu itu terbuka. Wajah yang muncul di baliknya adalah wajah penuh senyum milik sang Barista—yang tidak disukai oleh Wolfgang.
“Kalian sudah ditunggu. Silakan masuk,” Katanya dengan nada penuh keramahan.
“…Cih,” Sambil mengumpat, Wolfgang masuk, diikuti Lyncreya.
Di meja tengah, duduklah Azusa—Kenji berdiri di belakangnya—serta Raulia. Tepat seperti yang tertulis di papan pintu depan itu, tidak ada tamu selain mereka. Wolfgang dan Lyncreya pun duduk di seberang mereka
“Pesan minuman yang biasanya untuk kalian?” Tepat ketika Wolfgang dan Lyncreya duduk, Barista menanyai mereka.
Lyncreya melirik ke Wolfgang. Ia mengangguk, meski di wajahnya terpancar rasa jengkel, “Iya. Seperti biasanya.”
Beberapa menit kemudian, minuman mereka sudah diletakkan di meja, “Silakan menikmati,” kata Barista itu.
“Kurasa aku bisa mulai berbicara sekarang,” celetuk Azusa dengan ekspresi serius, “Topik pertemuan kita kali ini adalah ‘serangan balik’.”
Tidak ada yang bereaksi pada kata-kata itu. Sebagian besar dari mereka tidak mengerti apa yang Azusa bicarakan. Azusa yang sepertinya sudah menduga reaksi ini, menyeruput secangkir mocca yang berada di depannya, kemudian mulai berbicara lagi.
“Biar kujelaskan. Di operasi kita tadi malam, kita berhasil menghindari adanya korban. Namun di sisi lain kita tidak mendapatkan apapun. Tidak ada info, ataupun kemajuan apapun. Kita juga tidak bisa menemukan mata-mata yang kita cari. Karena itulah, aku merencanakan serangan balik. Mulai sekarang, kita yang ada di posisi aktif! Kita tak perlu takut pada mata-mata lagi!” Ujarnya dengan semangat menyala-nyala. Sayangnya semangat itu tidak menular ke para pendengar.
“Master, parfait-nya satu lagi~” Kata Raulia yang baru saja menghabiskan segelas parfait-nya.
“Nona McFayt! Kau mendengarkan tidak?”
“Ooh, tenanglah Azu-nee. Aku mendengarkan kok~ Hanya, sambil makan.”
Azusa menarik nafas dalam, dan melanjutkan, “Karena itu, hari ini aku memulai mengadakan pencarian untuk menangkap para kriminal yang bersembunyi itu!”
“Eh? Siapa saja yang terlibat?” Tanya Lyncreya.
“Aku, kau, Wolfgang, Raulia, dan Horatio.”
Wolfgang sedikit terkejut mendengar nama Raulia disebut, “Bukankah kau tidak suka bekerja di dalam sebuah tim?”
Raulia mengedipkan mata kanannya, “Azu-nee menjanjikan tambahan upah. Lagipula, misi ini menarik. Ngomong-ngomong tentang bekerja dalam tim, Wolf, kau juga tidak menyukainya bukan?”
“…Iya juga. Tapi kurasa aku tidak punya pilihan lain kali ini.”
Azusa menganggukkan kepalanya, “Bagus kalau begitu, Wolfgang. Saat ini, aku butuh orang sebanyak mungkin.”
“Ah! Anu,” Lyncreya memotong, “’Horatio’ itu siapa?”
Azusa tidak berkata-kata. Ia hanya menunjuk sang Barista yang sedang memberikan parfait kepada Raulia.
“E-eeh? Kau bercanda, Nona Mikawa?”
“Aku tidak bercanda. Biar kuperkenalkan! Barista kafe ini, sekaligus mantan anggota IBI, Horatio Reynolds!”
“Salam kenal semuanya,” Kata Barista itu sambil menundukkan tubuhnya.
“Tunggu dulu… Horatio Reynolds, sang ‘Sky Eye’? Navigator tersohor itu?” Ujar Lyncreya, “Kau ini legenda!”
“Legenda? Masa’ sih?” Wolfgang terdengar tidak percaya.
“Ah, jangan terlalu membesar-besarkan. Aku tidak sehebat itu. Jujur saja, aku lebih memilih untuk menyajikan minuman saja. Tapi Nona Mikawa butuh tenaga, jadi aku memutuskan untuk membantunya.”
“Itu benar,” Azusa membusungkan dadanya, “Dengan ini, kita akan memulai perburuan!”
Awalnya, hanya Kenji yang bertepuk tangan. Kemudian Horatio, Lyncreya dan Raulia. Wolfgang hanya terdiam dengan ekspresi masam di wajahnya.
“Aku akan segera melangsungkan briefing untuk misi kita sore ini,” Azusa berdeham, kemudian mulai menjelaskan, “Kita tahu, misi awal kita sebenarnya adalah meneliti apa sebenarnya hujan debu yang membuat orang-orang tak sadarkan diri. Namun, kita selalu dihalangi oleh sekelompok kriminal. Hal itu memastikan, bahwa hujan debu itu adalah perbuatan mereka dan ada rahasia dibalik itu. Misi pertama kita adalah menemukan asal muasal hujan debu tersebut.”
Azusa berhenti untuk menghabiskan mocca-nya, kemudian mengambil peta yang ada di sampingnya dan membukanya.
“Ini adalah peta Kota San Cielo. Asal kalian tahu saja, hujan debu yang kemarin hanya terjadi di area kecil ini, di bagian barat kota,” kata Azusa seraya menggerakkan jarinya seakan menggambarkan lingkaran di peta itu, “Menurut penelitian awal Horatio, pada tanggal 1 Maret pukul tujuh malam, ada getaran energi magis di daerah sekitar sini. Kita akan meneliti tempat itu pada sore hari. Seperti kataku tadi, ini adalah serangan balik! Kini giliran kita untuk menghancurkan kalian, para kriminal biadab!”
Mendengar briefing berapi-api Azusa, hanya Kenji yang bertepuk tangan. Kemudian Horatio, Lyncreya, dan Raulia. Sama seperti sebelumnya, Wolfgang hanya terdiam dengan ekspresi masam di wajahnya.

***

Posted in , , . Bookmark the permalink. RSS feed for this post.

Leave a Reply

Diberdayakan oleh Blogger.

Search

Swedish Greys - a WordPress theme from Nordic Themepark. Converted by LiteThemes.com.